Minggu, 24 Mei 2015

BIMBINGAN DAN KONSELING

TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALISIS (SIGMUND FREUD)

A.    Sejarah Singkat Freud
Sigmund Freud dilahirkan 6 Mei 1856 dari sebuah keluarga Yahudi di Freiberg, Moravia, sebuah kota kecil di Austria (kini menjadi bagian dari Cekoslowakia). Pada saat Freud berusia 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi, dan ayah Freud membawa pindah Freud sekeluarga ke kota Wina. Setelah menamatkan sekolah menengahnya di kota Wina ini, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Dari catatan pribadinya diketahui bahwa Freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai dokter, dan lebih tertarik kepada kegiatan penelitian ilmiah. Tetapi karena desakan ekonomi keluarga, dibina bersama Martha Bernays, istrinya yang dinikahi Freud pada tahun 1886, Freud akhirnya menjalani praktek yang tidak disukainya itu. Di sela-sela waktu prakteknya Freud masih menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan menulis. Adapun minat ilmiah utama Freud adalah pada neurologi, sebuah minat yang menyebabkan Freud menekuni penanganan gangguan-gangguan neurotik, khususnya histeria.
Ketika Freud masih menjadi mahasiswa, seorang ahli saraf ternama dari Wina, Dr. Joseph Breuer, telah menggunakan metode khusus untuk menangani histeria, yakni metode hipnosis. Dengan jalan menghipnosis pasien histeria yang ditanganinya, Breuer berhasil membuktikan bahwa penyebab histeria yang diderita pasiennya itu adalah pengalaman-­pengalaman traumatik tertentu dari si pasien. Salah satu kasus histeria yang paling terkenal dari Breuer adalah kasus Anna, yang ditangani Breuer dari tahun 1880 sampai 1882. Kurang-lebih pada waktu yang bersamaan, seorang ahli saraf terkemuka dari Rumah Sakit La Salpetriere, Paris, yakni Jean Martin Charcot, mengembangkan metode yang sama dengan yang digunakan Breuer. Dari kedua orang ini Freud belajar dan mempraktekkan metode hipnosis untuk menangani kasus-kasus histeria. Bahkan dengan Breuer, Freud sempat mengadakan kerja sama. Kerja sama mereka menghasilkan penanganan atas sejumlah kasus histeria yang dibukukan dengan  judul Studien uber Hysterie (1895). Tetapi tidak lama setelah buku tersebut diterbitkan, Freud memisahkan diri serta mening­galkan metode yang digunakan oleh Breuer dan Charcot karena ia merasa tidak puas dengan prosedur dan hasil yang dicapainya: Setelah mening­galkan metode hipnosis, Freud mencoba metode lain, yakni metode sugesti yang dipelajarinya dari Bernheim pada tahun 1889. Dan metode yang terakhir ini pun ternyata tidak memuaskan Freud, sehingga ia akhirnya mengembangkan dan menggunakan metode sendiri yang disebut metode asosiasi bebas (free association method). Berbeda dengan metode hipnosis yang menyadarkan diri pada anggapan bahwa pengalaman-pengalaman traumatik yang ada pada pasien histeria perlu dan hanya bisa diungkapkan dalam keadaan si pasien tidak sadar (di bawah pengaruh hipnosis), metode asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa pengalaman-pengalaman traumatik (pengalaman yang menyakitkan) yang dimiliki pasien hysteria itu bisa diungkapkan  dalam keadaan sadar. (Dalam asosiasi bebas, pasin diminta untuk mengemukakan secara bebas hal-hal apa saja yang terlintas dalam pikirannya saat itu. Hal-hal yang kemukakan oleh pasiennya itu merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan atau pengalaman-pengalaman yang sifatnya traumatic dari alam bawah sadar si pasien.) Hal yang penting dari pengembangan asosiasi bebas ini adalah, metode asosiasi bebas dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah membawa Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketaksadaran memiliki sifat dinamis, dan memegang peranan dalam ter­jadinya gangguan neurotik seperti histeria. Di kemudian hari peranan ketaksadaran oleh Freud diperluas dan dipandang sebagai “kawasan terbesar” dari kehidupan psikis, yang di dalamnya terdapat suatu unsur atau sistem yang berisikan naluri-naluri. Dan keinginan-keinginan berasal dari naluri-naluri itu. Pada gilirannya, melalui mekanisme represi, keinginan-keinginan yang tidak atau sulit dipuaskan akan dikembalikan ke kawasan tak sadar ini, dipenjarakan bersama-sama dengan pengalaman-­pengalaman tertentu yang sifatnya traumatic atau menyakitkan bagi in­dividu. Selain itu, Freud mulai menempatkan data yang diperoleh dari kegiatan terapinya dalam kerangka psikologi, serta ia melihat aspek atau mekanisme yang terlibat dalam ke­jadian munculnya gangguan neurotik dari sudut psikologi, dan bukan dari sudut neurologi atau fisiologi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode asosiasi bebas merupakan tong­gak yang menandai dimulainya psikoanalisa.

B. Pandangan Tentang Manusia
      Pandangan Freud tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic,mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar,kebutuhan-kebutuhan dan dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi selama lima tahun pertama kehidupan.
Hakekat Manusia Menurut Freud
  • Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini
  • Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan
  • Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang
  • Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif
  • Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
C.    Latar belakang Lahirnya Psikoanalisis
Di samping metode asosiasi bebas yng dikatakan sebagai tonggak berdirinya psikoanalisa, pada periode awal psikoanalisa ini Freud juga mengembangkan analisis mimpi (dream analysis) atau penafsiran mimpi. Penafsiran mimpi ini dikembangkan oleh Freud ber­dasarkan anggapannya bahwa isi mimpi merupakan simbol dari keinginan­-keinginan atau pengalaman-pengalaman tertentu yang direpres di alam bawah sadar. Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Freud, mimpi itu sendiri adalah via regia (jalan utama) menuju alam bawah sadar. Artinya, melalui penafsiran atas sebuah mimpi, kita bisa mengetahui keinginan­-keinginan atau pengalaman-pengalaman apa yang diproses oleh si pemim­pi di alam bawah sadarnya. Itulah yang ingin dicapai Freud melalui penafsiran mimpi yang dikembangkannya. Adapun subjek Freud yang pertama dan sering digunakan untuk keperluan menguji ketepatgunaan metode penafsiran mimpinya tidak lain adalah dirinya sendiri. Dalam buku pertamanya yang diberi judul The Interpretation of Dreams (Die Traumdeutung, 1900), Freud menunjukkan bagaimana mimpi-mimpinya sendiri ia telaah dan ia tafsirkan, sehingga ia memperoleh bahan yang berharga untuk memahami kehidupan psikis berikut kekuatan dan mekanisme-mekanisme yang terdapat di dalamnya. Melalui buku ini dan tiga buah buku lain yang menyusul kemudian, yang meliputi judul-judul Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on SeXuality (1905) dan Case of Dora (1905), Freud telah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi psikoanalisa, sekaligus telah memperlihatkan dirinya sebagai seorang inovator yang jenius dengan gagasan-gagasan yang brilian. Selain buku-buku tersebut di atas, masih banyak buku Freud lainnya yang menganut gagasan-gagasan brilian Freud yang tidak terbatas pada bidang psikologi dan psikopatologi, tetapi juga di bidang kebudayaan (mitologi), agama, dan kesenian khususnya kesusastraan. Buku-buku yang dimaksud antara lain Introductory Lectures on Psycho-analysis (1920), The Ego and the Id (1923), Future of an Illusion (1927), Civilization and Its Discontents (1930), New Introductory Lectures on Psycho-analysis (1933), dan An Outline of Psycho-analysis (baru diterbitkan pada tahun 1940). Kesemua buku tersebut dengan gagasan-gagasan yang termuat di dalamnya, menjadikan Freud banyak mengundang perhatian serta menarik minat sejumlah besar orang untuk mempelajari psikoanalisa dan menjadi pengikut Freud. Di antara orang-orang tersebut terdapat nama-nama terkenal seperti Alfred Adler, Carl Gustav Jung, Ernest Jones, A.A. Brill, Otto Rank, Sandor Ferenzci, dan Hans Sachs. Tetapi dua orang yang disebut terdahulu, Adler dan Jung, di kemudian hari memisahkan diri dari lingkungan psikoanalisa akibat adanya perbedaan pandangan dengan Freud. Keduanya mengembangkan teori dan alirannya sendiri., Adler mengembangkan psikologi individual, sedangkan Jung mendirikan psikologi analitis. Perpisahan dengan dua orang yang diharapkan menjadi penerus dan pembela ajaran psikoanalisa ini bagi Freud merupakan suatu pukulan yang cukup hebat, sebab keduanya dipandang sebagai pengikut yang paling potensial dan berbakat. Akibatnya, Freud terpaksa harus menjadi pendekar tunggal dalam mengembangkan dan membela psikoanalisanya dari serangan para tokoh dan aliran psikologi lain sampai ia meninggal dunia pada tanggal 23 September 1939 di London, tempat ia melarikan diri dari kejaran pihak Nazi. Sungguhpun demikian, Freud telah berhasil menjadikan psikoanalisa satu aliran yang kuat, berpengaruh, dan tetap tegar dalam menghadapi serangan dari manapun. Di samping menunjukkan kekurangan-kekurangannya, banyaknya serangan dan upaya membongkar psikoanalisa juga menunjukkan bahwa psikoanalisa, sepeninggal pendirinya, tidak pernah diabaikan.
D. Struktur Keperibadian
1. Id, adalah sistem keperibadian yang asli yang ada semenjak individu lahir. Id berisikan semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Alwisol(2006:16).
Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:63) id merupakan sistem kepribadian yang asli; id merupakan rahim tempat ego dan super ego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir termasuk insting-insting. Id merupakan reservior energi psikis yang menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah dari mana id mendapatkan energinya.
2. Ego adalah struktur kepribadian menurut Freud yang berurusan dengan tuntutan realitas. Ego disebut “badan pelaksana” (executive branch) kepribadian, karena ego membuat keputusan rasional. Id dan ego memiliki moralitas. Id dan ego tidak memperhitungkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:36).
Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan obyektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar.
Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini. Maka perlu mengubah gambaran kedalam persepsi, yang terlaksana dengan menghindarkan gambaran ingatan tentang makanan dengan penglihatan atau penciuman terhadap makanan yang dialaminya melalui pancaindra. Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan. Dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:64)
 3. Super ego adalah struktur kepribadian yang merupakan badan moral kepribadian dan benar-benar memperhitungkan apakah sesuatu benar atau salah. Super ego dapat dikatakan sebagai “hati nurani”. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:37).
Menurut Alwisol (2006:18) super ego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakia prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Sedangkan menurut Koswara (1991:34) super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Super ego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru.
E. Dinamika Kepribadian
1. Distribusi enerji
Dinamika kepribadian, menurut Freud bagaimana energi psikis didistribusikan dan dipergunakan oleh Id, Ego dan Super Ego. Freud menyatakan bahwa enerji yang ada pada individu berasal dari sumber yang sama yaitu makanan yang dikonsumsi. Enerji manusia dibedakan hanya dari penggunaannya, enerji untuk aktivitas fisik disebut enerji fisik, dan enerji yang dunakan untuk aktivitas psikis disebut enerji psikis.
Menurut Freud jumlah energy itu terbatas sehingga terjadi semacam persaingan di antara ketiga aspek kepribadian untuk memperoleh dan menggunakannya. Jika salah satu aspek banyak menggunakan energi maka aspek kepribadian yang lain menjadi lemah.
Freud menyatakan bahwa pada mulanya yang memiliki enerji hanyalah id saja. Melalui mekanisme yang oleh Freud disebut identifikasi, energi tersebut diberikan oleh id kepada ego dan super ego.
2. Mekanisme pertahanan ego
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorngan id maupun untuk menghadapi tekanan super ego atas ego, dengan tujuan kecemasan yang dialami individu dapat dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991 : 46).
Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam mekanisme pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai (Koeswara, 1991 : 46-48).
a. Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran.
b. Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
c. Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
d. Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding individu semula.
e. Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutarbalikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal.
f. Pembentukan reaksi, adalah upaya mengatasi kecemasan karena insdividu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya.
g. Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
F. Perkembangan Kepribadian
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian individu menurut Freud, dipengauhi oleh kematangan dan cara-cara individu mengatasi ketegangan. Menurut Freud, kematangan adalah pengaruh asli dari dalam diri manusia.
Ketegangan dapat timbul karena adanya frustrasi, konflik, dan ancaman. Upaya mengatasi ketegangan ini dilakukan individu dengan : identifikasi, sublimasi, dan mekanisme pertahanan ego.
2. Tahap-tahap perkembangan kepribadian
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian berlangsung melalui 6 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Ke enam fase perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut (Sumadi Suryabrata, 1982 : 172-173).
1.  Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2. Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3. Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4. Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5. Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi.


G. Penyimpangan Kepribadian
Defence Mechanism adalah sebuah bangunan fikiran sekunder pada alam sadar dan prasadar di bawah naungan Ego. Fungsinya adalah untuk membantu Ego dalam proses penyeimbangan Id - Super-ego. Penggunaan Defence Mechanism yang tidak seimbang dapat mengakibatkan terjadinya Anxiety (Ego Agresif - terlalu berpihak pada Id) atau Guilt (Regresif - terlalu berpihak pada Super-ego). Defence Mechanism terdiri dari beberapa metode manipulatif.
Denial terjadi ketika Unconsciousness melakukan penolakan terhadap kenyataan yang mengancam Ego. Contoh: seorang murid mendapatkan nilai buruk, kemudian ia berpikir bahwa nilai itu tidaklah terlalu penting.
Reaction Formation terjadi ketika alam sadar bereaksi terbalik (opposite) terhadap sifat alam sadarnya. Contoh: karakter Percy dalam film Green Mile muncul dalam wujud yang kasar padahal sebenarnya ia penakut dan pengecut.
Displacement terjadi ketika emosi dialihkan dari sesuatu yang bersifat berbahaya menuju sesuatu yang lebih aman. Contoh: Seseorang memukul bantal karena merasa kesal dengan orang lain.
Repression terjadi ketika seseorang secara sadar mengalami kejadian yang sangat traumatis hingga alam bawah sadarnya memaksa trauma ini keluar dari wilayah sadarnya. Contoh: seseorang yang mengalami war trauma cenderung bersifat pendiam tetapi sangat2 tempramental.
Supression terjadi ketika seseorang yang mengalami ketidak stabil-an alam bawah sadar tetapi secara sadar memaksa untuk tidak mengacuhkan ke-tidak stabil-annya. Contoh: seseorang yang mengalami split personality biasanya adalah orang yang state of naturenya berperilaku tenang walaupan bangunan psikisnya sedang mengalami goncangan hebat.
Psychological Projection terjadi ketika seseorang memproyeksikan impuls psikisnya pada orang/benda lain. Contoh: Alice tidak suka pada Bob, tetapi pada teman2nya Alice justru mengatakan bahwa Bob-lah yang tidak suka Alice.
Intellectualisation terjadi ketika seseorang yang mengalami guncangan hebat dengan sadar menerima apapun yang terjadi, mengambil hikmah, dan memutuskan untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Rationalization terjadi ketika seseorang melakukan justifikasi logis terhadap sesuatu yang muncul dari proses psikis yang berbeda. Contoh: seorang pria sedang menonton film drama, ia meminta teman disebelahnya untuk meniup matanya dengan alasan ada debu yang masuk, padahal sebenarnya ia hanya secara emosional terbawa oleh alur cerita hingga ingin menangis.
Compensation terjadi ketika seseorang bertingkah berbeda untuk menutupi ketidak-mampuannya terhadap hal lain. Contoh: seseorang yang tidak bisa bermain musik tetapi justru berpenampilan seperti rockstar lengkap dengan mode pakaian, asesoris, dan tata rambutnya.
Sublimation terjadi ketika seseorang menyelaraskan impuls psikisnya dengan prilaku sosial disekitarnya. Contoh: Seorang mahasiswa yang jorok dan biasa berpenampilan ala punk ketika lulus dan diterima diperusahaan besar merubah penampilannya menjadi bersih dan rapi.
Eros-Thanatos adalah the life instinc. Ia adalah impuls aktif yang bertanggung jawab dalam mengembangkan dorongan2 kreatif, dan libido manusia. Eros hidup sejak era Oral Stage, tetapi baru mulai memiliki peran dalam bangunan psikis pada era Phallic Stage, yakni untuk membangunkan hasrat seksual yang lama terpendam.Thanatos adalah alter ego dari Eros, Ia adalah the death instinc. Ia adalah impuls yang mem-pasif-kan impuls2 Eros mengembalikannya ke states of calm dengan dalih kedewasaan. Thanatos biasanya muncul pasca era Genetial Stage setelah manusia mengalami masa kejayaannya dalam hidup. Ia bertanggung jawab terhadap terjadinya parabolic reflecting mirror yang terjadi pada manula.
H. Implikasinya dalam Konseling
Berangkat dari teori yang dikembangkan Freud tentang kepribadian dan tingkah laku,maka cara kerja konseling dan psikoterapi dalam pendekatan psikoanalisis berdasarkan pandanannya tentang hakekat manusia sebagai berikut.

1.      Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yng sudah dibawa sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan kecenderungan distruktif melalui dorongan agresifitasnya.
2.      Manusia dikendalikan oleh dorongan dan instink biologis, karena itu lebih bersifat biologis dan kurang social serta melakukan sesuatu secara irrasional.
3.      Tingkah laku manusia ada hakekatnya adalah gerakan dari ketidak sadarannya.
Pandangan Psikoanalisis ini memberi implikasi yang sangat luas terhadap konseling dan psikoterapi, khususnya dalam aspek tujuan yang hendak dicapai serta prosedur yang dapat dikembangkan.

Tujuan Konseling pada dasarnya harus mengarah pada tujuan tertentu. Secara umum tujuan konseling adalah mengubah tingkah laku dalam pengertian yang sangat, luas. Dalam pandangan Psikoanalisis, tujuan konseling agar individu mengetahui ego dan memiliki ego Strenght (ego yang kuat). Hal ini berarti bahwa konseling akan amenempatkan ego pada tempat yang benar yaitu sebagai pihak yang mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator antara id dan superego. (Cottone, 1992:104)
Ego strength adalah ego yang efektif dalam menghubungkan dan menemukan kepuasan dari pengaruh-pengaruh libido dari id dan pada saat yang sama sesuai dengan standar moral yang realities. Strenght ego juga bermakna kemampuan mengintregrasikan yang dicapai ego, id dan superego, tanpa ada konflik dan usaha repressi.
Tujuan ini secara lebih rinci dikemukakan oleh Nelson Jones (1982 : 100) dalam tiga hal, yaitu :
·         Bebas dari impuls
·         Memperkuat realitas atas dasar fungsi ego
·         Mengganti superego sebagai realitas kemanusiaan dan bukan sebagai hukuman standar moral.

Berangkat dari tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling dalam pandangan Psikoanalisis lebih sebagai reeducating ego, dari yang sebelumnya terus tunduk pada impuls-impuls dan atau dorongan terhadap hukuman kode moralnya, menjadi lebih memiliki kemampuan ego strength.























SUMBER

http://pkmrsjmalang.blogspot.com/ diakses pada tanggal 1 oktober 2010 pukul 19:30 WIB
http://0sa.blog.friendster.com/2008/12/psikoanalisis-pt3-psikoanalisis-freud/ diakses pada tanggal 1 oktober 2010 pukul 19:36 WIB

http://hendygoblog.blogspot.com/2009/07/teori-psikoanalisis-sigmund-freud.html diakses pada tanggal 1 oktober 2010 pukul 19:41 WIB























Tidak ada komentar:

Posting Komentar